Banyak Moms yang bingung tentang empeng. Apakah empeng berbahaya untuk balita? Apakah pengaruh empeng terhadap pertumbuhan gigi dan mulut anak?
Pacifier, atau sering disebut empeng sampai saat ini masih menjadi kontroversi dan perdebatan di kalangan dokter dan dokter gigi anak.
Ada pihak yang pro dan kontra. Pemakaian empeng berkepanjangan hingga anak berusia diatas 4 tahun jelas membahayakan pertumbuhan rahang dan gigi tetap anak dan untuk mengoreksinya diperlukan perawatan ortodontik.
Namun apakah pemakaian empeng dilarang sama sekali? Mengapa American Academy of Pediatrics memperbolehkan penggunaan empeng?
Yuk kita sama-sama menggali informasi mengenai efek negatif maupun manfaat pemakaian pacifier atau empeng…
Manfaat Pacifier:
1. Memenuhi kebutuhan Non-nutritive sucking. Bayi mendapatkan kenyamanan dengan menghisap. Sejak di dalam kandungan, bayi menghisap jarinya. Bayi selalu ingin menghisap sesuatu, entah jempolnya, pacifier atau benda-benda lainnya, diluar saat minum atau makan, sehingga disebut non-nutritive sucking.
Pada bayi yang memiliki kebutuhan sucking tinggi, pacifier dapat memuaskan keinginan suckingnya. Namun tidak semua bayi memiliki keinginan menghisap yang sangat tinggi, ada pula bayi yang sama sekali tidak membutuhkan pacifier untuk menenangkan dirinya.
2. Sebagai pengantar tidur. Pacifier dapat membantu anak untuk tidur, setelah anak tertidur, dapat Moms lepas pacifier dari mulutnya. Cara lain untuk membantu bayi tidur dapat dilakukan dengan : mematikan lampu, nyalakan musik lembut, peluk atau menyanyi untuk menidurkan bayi
Efek Negatif Pacifier :
1. Mempengaruhi perkembangan rahang dan gigi anak. Kebutuhan sucking atau menggunakan pacifier disebutkan akan menghilang sendirinya ketika anak berusia 24-28 bulan. Sebuah penelitian membuktikan bahwa pemakaian pacifier pada usia 30-60 bulan (3-5 tahun) dapat menyebabkan perubahan rahang dan susunan gigi, yaitu terjadinya gigitan terbuka atau open bite. Jadi bila mulai 30 bulan bayi belum juga berhenti menggunakan pacifier, maka ibu harus segera mengambil langkah-langkah untuk menghentikannya
Gambar kanan : setelah 6 bulan menghentikan pacifier gigi kembali normal
Dilihat dari manfaat dan kerugiaan diatas maka kami berpendapat bahwa pacifier bukan sama sekali dilarang namun penggunaannya harus hati-hati dan dibatasi.
Sedapat mungkin Moms mencari tahu penyebab anak rewel, atau merasa tidak nyaman dan menggunakan cara-cara lain untuk menenangkan, memberi kenyamanan atau membantu bayi mengatasi stresnya, sehingga anak dapat belajar mengatasi sendiri ketidaknyamanan nya, dan tidak tergantung Pacifier.
Pacifier hanyalah digunakan sebagai “senjata” terakhir bila dengan cara lain tidak berhasil.
Bila terpaksa menggunakan pacifier, konsultasikan dahulu dengan dokter atau dokter gigi anak dan perhatikan beberapa JANGAN berikut ini:
1. Jangan menggantikan pengasuhan bayi dengan pacifier. Perhatian dan kasih sayang ibu tetaplah yang utama bagi bayi. Kadang anak rewel karena minta perhatian dan ingin bermain dengan orangtuanya.
2. Jangan menggunakan pacifier ketika anak beraktifitas. Hal ini akan menghambat perkembangan bicara anak
3. Jangan mencelupkan pacifier pada cairan manis apapun seperti jus buah, susu, madu dsbnya karena dapat menyebabkan Karies Gigi Pada Balita.
4. Jangan berikan pacifier sebelum bayi mahir menyusui. Bila Ibu memberikan ASI, jangan berikan pacifier sampai ia mahir menyusui, kurang lebih sampai ia berumur 6 minggu. Hal ini akan menyebabkan anak “bingung puting” dan mengurangi periode bayi minum ASI seperti yang telah kami jelaskan diatas.
5. Jangan menggantungkan pacifier pada leher anak karena dapat menyebabkan leher anak terlilit tali pacifier
6. Jangan berikan pacifier bila berat badan anak kurang atau suplai ASI ibu kurang Bila berat badan anak kurang berarti ia harus makan/minum sesering mungkin. Suplai ASI juga akan meningkat bila ada rangsangan menghisap oleh bayi
Nah, demikian Moms yang bisa kami sharingkan fakta-fakta mengenai Pacifier alias empeng…Nantikan artikel kami selanjutnya tentang “Menghentikan penggunaan pacifier pada anak”
Artikel ditulis oleh : drg. Melissa Antonia, SpKGA dan drg. Olivia Bratanata, SpKGA berdasarkan pengolahan sumber: